Articles

Membangun Budaya Kerja Nirkantor

Merayakan satu dasawarsa sebagai tim tanpa kantor, kami mengadakan free 'talk show' webinar pada 10 Juni 2021 bersama Riri, Managing Director dari Eye to Eye. Alex, pendiri Daily Meaning, dan Aldo dari Abbott.

Dari sharing semalam, ada beberapa poin yang ingin kami bagikan.

(3 hal pertama, terima kasih pada Alexander Sriewijono yang sudah memberikan kerangka)

1. CLARITY. Kejelasan.

Penting sekali saat kita ingin mampu bekerja dari mana saja. Kejelasan 'aturan main', kejelasan tanggung jawab, kejelasan peran masing-masing orang dalam tim kerja dan sebagainya.

Dalam survei kuantitatif yang kami lakukan tahun lalu sebagai 'wave 2', ini juga merupakan salah satu harapan yang diutarakan dalam salah satu pertanyaan terbuka. Sesuatu yang menurut peserta survei, bisa membantu saat WFH dan mengurangi konflik sana sini.

Contohnya misalnya di Eye to Eye, ada keharusan untuk 'check in' di WAG kami jam 9.00. E-mail dari klien jika diterima di jam kerja, harus dijawab maksimal satu jam setelah diterima. Meeting dua mingguan. Dan sebagainya.

Di rumah, demarkasi fisik pada tempat kerja juga merupakan kejelasan bagi orang di rumah bahwa saat kita ada di tempat tersebut, artinya kita sedang bekerja. Kalau tidak punya ruang kerja, ruang itu bisa dibatasi misalnya dengan lemari, atau kursi, apapun yang bisa dijadikan 'tanda' bahwa itu adalah tempat kerja kita.

2. COMMITMENT. Self-respect, self-control, self-discipline.

Berpegang teguh pada segala aturan, peran dan tanggung jawab. Pada tenggat waktu. Sadarilah bahwa saat kita gagal melakukannya, kita membuat orang lain dalam tim kita susah!. Dan sebaliknya.

Mengacu pada contoh tempat kerja misalnya, ya kitapun harus disiplin. Jangan nonton Netflix di tempat kerja kita, misalnya, lalu bisa dilihat oleh anggota keluarga lain. Gugurlah kredibilitas kita jika melakukan itu dan anggota keluargapun tidak akan bisa berdisiplin untuk tidak melanggar kebutuhan kita akan waktu untuk bekerja di rumah.

3. CONFIDENCE. Percaya pada kemampuan diri.

Nah ini kembali pada orangnya masing-masing. Kalau belum apa-apa sudah merasa tak mampu melakukan kerja di mana saja, ya gagal.

4. Lalu bagaimana supaya bisa melakukan semua itu: KENALI DIRI. Ini berangkat dari pengalaman kami, tim Eye to Eye, selama 10 tahun ini.

Sering orang melamar pada kami melihat bahwa sistem kerja fleksibel, di mana saja, tak perlu ke kantor, itu enak. Padahaaaallllll, sangat dibutuhkan unsur tiga di atas itu tadi. Dan untuk tahu apakah kita punya ketiganya, ya kenalilah diri sendiri.

Kenali kita ini jenis seperti apa saat bekerja. Apakah kita tahan bekerja berhari-hari tanpa ketemu rekan kerja?. Apakah kita tahan harus mengatur segala hal sendiri, tanpa ada supervisor/manager yang lalu lalang dekat meja kerja kita?. Apakah kita mampu mengatur diri untuk selalu displin?.

Kenyataannya memang dari pengalaman kami, faktor pengenalan diri ini yang akan jadi bagian dari seleksi alam: seseorang akan tetap nyaman dalam lingkungan kerja tanpa kantor, bahkan saat dia tidak lagi berada dalam tim kami, atau akan terpental dan kembali membutuhkan kerangka kantor.

5. Ini juga dari Alexander Sriewijono: sekarang sudah bukan saatnya lagi RESPONDING, tapi saatnya RENEW.

Kita sudah harus menerima bahwa masa depan sedang kita jalani. Kita harus mampu bekerja dari mana saja, walaupun memang mungkin tidak semua industri dan profesi bisa demikian. Tapi, dengan semua otomasi, aplikasi dan segala hal yang sudah dilakukan banyak perusahaan akibat revolusi bekerja yang dipicu oleh pandemi, perusahaan sudah melakukan investasi yang tidak mungkin bisa diabaikan. Mau tidak mau, kita harus gunakan semua itu.

Lalu Aldo Fajar juga mengutarakan dengan sangat ciamik, bahwa perusahaan juga akhirnya sadar bahwa ada kantong-kantong penghematan yang bisa dilakukan saat pegawai terpaksa bekerja dari rumah. Dan dengan kesadaran itu, pasti perusahaan akan melihat berbagai cara untuk mempertahankan penghematan yang bisa didapat.

Jadi, kita sebagai pekerja, memang harus memperbarui cara kita memandang ruang kerja, cara bekerja, dan kemampuan kerja.

Saat kita merekrut pegawai, kita sudah harus melihat beberapa keterampilan atau sikap baru yang pas dengan dunia yang sedang berubah ini.

Tingkat komitmen. Disiplin diri. Kontrol diri. Kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan. Itu beberapa yang saat ini jadi semakin penting untuk dibangun.

Ini juga akan berpengaruh pada bagaimana dunia pendidikan harus mempersiapkan para generasi selanjutnya. Melek teknologi saja tidak cukup. Bekerja di kantor maupun tanpa kantor, butuh sikap kerja yang baik, dan itu, tidak ada hubungannya dengan kemampuan seseorang menggunakan teknologi.

6. Para pemimpin saat ini dituntut untuk bisa betul-betul HADIR. Bukan sekedar ADA, tapi bisa dirasakan kehadirannya bahkan saat kita tidak bertemu muka setiap hari.

Dibutuhkan empati dari para pemimpin untuk bisa memahami bahwa bekerja di mana saja bukan berarti bisa 'merodi' anak buahnya kapan saja. Memanusiakan manusia, justru harus semakin diasah saat kita harus berhadapan dengan semua perangkat teknologi dalam masa-masa seperti ini.

Tanpa itu semua, tim kita akan berantakan, merasa tidak dibimbing, tidak ada arahan, dan akhirnya yang terjadi adalah chaos.

Sebagai penutup, memang tidak mudah membangun budaya kerja nirkantor karena dibutuhkan kemauan dan kemampuan para pemimpin organisasi dan pekerja, untuk mengubah cara berpikir tentang bekerja, dan cara pandang tentang mengelola tim. Tetapi, kita harus beradaptasi, karena dunia sedang berubah. Ada pandemi atau tidak, dunia dengan segala keterbukaannya saat ini, adalah peluang yang harus mampu kita pergunakan. Salah satunya, dengan membangun kemampuan untuk bekerja di mana saja.

Demikian sekelumit ringkasan dari acara semalam bersama Alex, Aldo, dan Riri tentang Membangun Budaya Kerja Nirkantor.

Semoga bermanfaat bagi semua

Loading Loading